Diawali dengan kata HEY ^_^

Rabu, 24 Oktober 2012


Hey !! sekarang pukul 10.28 WIB tepatnya, aku berhadapan dengan benda yang hampir setiap hari kuajak bercerita, membantu mengerjakan kewajibanku sebagai mahasiswa, menyimpan story demi story yang diabadikan dalam sebuah gambar dan foto, dan menyimpan playlist yang selalu mewakili setiap suasana hati. Walaupun benda ini bukan termasuk yang termahal, tapi aku sangat menyayanginya.

Ya, itulah laptopku....mungkin sedikit lebay tapi ya memang begitu aku menyayanginya...hehe. Malam ini sedikit gelisah, padahal mata sudah mulai memberikan 'sinyal' untuk segera memeluk boneka strawberi kesayanganku dan masuk ke alam mimpi, tapi keinginan mata ini tertahan oleh kegelisahan. si Bodong yang membuat kegelisahan ini, keadaannya cukup tidak baik. dan harapan sebelum tidurpun bertambah satu 'mudah-mudahan si Bodong besok bisa sembuh, amin'. Kegelisahan ini bukan tanpa alasan, semua ini karena panggilan hati, hati ini memanggil untuk mencintai dan menyayanginya.

Ruangan ini dipenuhi dengan cerita...
Alunan nada kebahagiaan, rintihan kesedihan, semua menyatu menjadi bait- bait melodi yang menjalar kedalam serpihan- serpihan waktu. Tanpa sadar aku terbawa kedalam dimensi yang berbeda.
Sepertinya aku harus mulai mengalahkan kegelisahan ini, dan bangun pagi bersiap pulang ke kampung halaman. Menghabiskan waktu dengan keluarga selama empat hari sepertinya cukup dan menyambut lebaran idul Adha bersama keluarga bisa lebih afdol.
okeh, simpan dulu semua cerita- cerita yang ingin aku hamburkan kedalam blog yang masih polos ini. and dadaaaaaaah 'yawn'




Indikator Kompetensi Guru dan Kepala Sekolah

Senin, 22 Oktober 2012


A.    Indikator Kompetensi Guru

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tanggal 4 Mei 2007 standar Kualifikasi Akademi dan Kompetensi Guru.
Kompetensi Pedagogik :
1.   Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,      emosional, dan intelektual.
2.   Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3.   Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang    pengembangan yang diampu.
4.   Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
5.   Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
6.   Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan      berbagai potensi yang dimiliki.
7.   Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
8.   Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
9.   Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Kompetensi Kepribadian :
1.   Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan     nasional Indonesia.
2.   Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
3.   Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan   berwibawa
4.   Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi          guru, dan       rasa percaya diri
5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Kompetensi Sosial :
1.   Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskri-minatif karena         pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang   keluarga, dan status sosial            ekonomi.
2.   Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,         tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
3.   Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang         memiliki keragaman sosial budaya.
4.   Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan     dan tulisan atau bentuk lain.

Kompetensi Profesional :
1.  Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung      mata pelajaran yang diampu.
2.   Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang       pengembangan yang diampu.
3.   Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
4.   Mengembangkan keprofesi-onalan secara berkelanjutan dengan melakukan         tindakan reflektif.
5.   Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan       mengembangkan diri.



B.     Indikator Kompetensi Kepala Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tanggal 17 April 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah

Kompetensi Kepribadian :
1.   Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhalak mulia, dan             menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
2.   Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
3. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala     sekolah/madrasah.
4.   Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
5.   Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai            kepala sekolah/madrasah.
6.   Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
                                            
Kompetensi Manajerial :
1.   Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan         perencanaan.
2.   Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan
3. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
4.   Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
5.   Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif       bagi pembelajaran peserta didik.
6.   Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia     secara       optimal.
7.   Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka             pendayagunaan secara optimal.
8.   Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka     pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan            sekolah/madrasah.
9.   Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaa peserta didik baru, dan                  penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
10. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
11. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan         yang akuntabel, transparan, dan efisien.
12. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
13. Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan    pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
14. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan     program dan pengambilan keputusan.
15. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran     dan manajemen sekolah/madrasah.
16. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

Kompetensi Kewirausahaan :
1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
2.             Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai     organisasi pembelajar yang efektif.
3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok          dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah
4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi   kendala yang  dihadapi sekolah/madrasah.
5. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa               sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
Kompetensi Supervisi :
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan                 profesionalisme guru.
2.             Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan    pendekatan   dan teknik supervisi yang tepat.
3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka                 peningkatan             profesionalisme guru.

Kompetensi Sosial :
1. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.
2. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan
3.             Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

C.    Kompetensi Indikator Pengawas

Perturan  Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun  2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah
Kompetensi Kepribadian :
1.  Memiliki tanggungjawab sebagai pengawas satuan pendidikan.
2.   Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan      kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas jabatannya.
3.   Memiliki rasa ingin tahu akan hal-hal baru tentang pendidikan dan ilmu   pengetahuan, teknologi dan seni yang menunjang tugas pokok dan tanggungjawabnya.
4.   Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholder pendidikan.



Kompetensi Supervisi Manajerial :
1. Menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka         meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
2.   Menyusun program kepengawasan berdasarkan visi-misi-tujuan dan program     pendidikan di sekolah.
3.  Menyusun metode kerja dan instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan        tugas pokok dan fungsi pengawasan di sekolah.
4. Menyusun laporan hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah.
5.   Membina kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan         pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
6.   Membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling      di sekolah.
7.   Mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang                 dicapainya    untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam    melaksanakan tugas pokoknya di   sekolah.
8.   Memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan dan memanfaatkan hasil-   hasilnya untuk membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi        sekolah.

Kompetensi Supervisi akademik :
1. Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan di TK/RA atau mata pelajaran di   SD/MI.
2.   Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik, dan kecenderungan      perkembangan proses pembelajaran/ bimbingan tiap bidang pengembangan di             TK/RA atau mata pelajaran di SD/MI.
3.   Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan di             TK/RA atau mata pelajaran di SD/MI berlandaskan standar isi, standar      kompetensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP.
4.   Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik       pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa     melalui bidang pengembangan di TK/RA atau mata pelajaran di SD/MI.
5.   Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)    untuk tiap bidang pengembangan di TK/RA atau mata pelajaran di SD/MI.
6.   Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di     kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi    siswa pada tiap bidang pengembangan di TK/RA atau mata pelajaran di    SD/MI.
7.   Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan           menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap     bidang pengembangan di TK/RA atau mata pelajaran di SD/MI.
8.   Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk     pembelajaran/ bimbingan tiap bidang pengembangan di TK/RA atau            mata   pelajaran SD/MI.

Kompetensi Evaluasi Pendidikan :
1.   Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan dan pembelajaran/      bimbingan di sekolah.
2.   Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek yang penting dinilai dalam       pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengembangan di TK/RA atau mata pelajaran di SD/MI.
3.   Menilai kinerja kepala sekolah, guru dan staf sekolah dalam melaksanakan          tugas pokok  dan tanggung jawabnya untuk meningkatkan mutu pendidikan           dan pembelajaran/ bimbingan tiap bidang pengembangan di TK/RA atau            mata pelajaran di SD/MI.
4.   Memantau pelaksanaan pembelajaran/ bimbingan dan hasil belajar siswa serta menganalisisnya untuk perbaikan mutu pembelajaran/bimbingan tiap bidang        pengembangan di TK/RA atau mata pelajaran di SD/MI.

5.  Mengolah dan menganalisis data hasil penilaian kinerja kepala sekolah,   kinerja  guru dan staf sekolah.


Kompetensi Latihan Pengembangan :
1. Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan metode penelitian dalam          pendidikan.
2.             Menentukan masalah kepengawasan yang penting diteliti baik untuk keperluan   tugas pengawasan maupun untuk pengembangan karirnya sebagai pengawas.
3. Menyusun proposal penelitian pendidikan baik proposal penelitian kualitatif       maupun penelitian kuantitatif.
4.             Melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahan masalah pendidikan,        dan perumusan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok   tanggung jawabnya.
5.             Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian pendidikan baik data kualitatif  maupun data kuantitatif.
6. Menulis karya tulis ilmiah (KTI) dalam bidang pendidikan dan atau bidang           kepengawasan dan memanfaatkannya untuk perbaikan mutu pendidikan.
7. Menyusun pedoman/panduan dan atau buku/modul yang diperlukan untuk            melaksanakan tugas pengawasan di sekolah.
8. Memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas, baik        perencanaan             maupun pelaksanaannya di sekolah.

Kompetensi Sosial :
1.             Bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas diri   untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
2. Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pendidikan.

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL ( analisis terhadap kebijakan perubahan UUSPN no 2 Tahun 1989 menjadi UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 )

Selasa, 02 Oktober 2012


A. Pendahuluan
Setidaknya ada dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN. Dan yang kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, sebelum adanya kedua Undang-undang yang mengatur tentang system pendidikan nasional, Indonesia hanya memiliki Undang-undang tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan yaitu Undang-undang Nomor 4 tahun 1950.
Adanya perubahan UUSPN No.2 tahun 1989 menjadai UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dimaksudkan agar system pendidikan nasional kita bisa menjadi jauh lebih baik dibanding dengan system pendidikan sebelumnya. Hal ini seperti yang dikemukan oleh seorang pengamat hokum dan pendidikan, Frans Hendrawinata beliau mengatakan bahwa dengan adanya undang-undang sistem pendidikan nasional yang baru, maka diharapkan undang-undang tersebut dapat menjadi pedoman bagi kita untuk memiliki suatu sistem pendidikan nasional yang mantap, yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya manusia yang berkualitas. Apalagi mengingat semakin dekatnya era keterbukaan pasar. Hal tersebut sesungguhnya harus menjadi kekhawatiran bagi kita semua mengingat kualitas sumber daya manusia di Indonesia berada di bawah negara-negara lain termasuk negara-negara tetangga di Asean. Oleh sebab itulah diperlukan suatu platform berupa sistem pendidikan nasional yang dapat menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan dunia internasional khususnya dalam era keterbukaan pasar saat ini.

B. Analisis
Saat kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU SISDIKNAS  Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi berbagai kontroversi, misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan banyak sekali protes dari kalangan muslim yang menghendaki adanya perubahan-perubahan pada pasal tertentu yang dipandang tidak mencerminkan pendidikan yang mengarah pada pembentukan Ahlaq dan budi pekerti bahkan tokoh-tokoh Islam Bogor seperti K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB Hasan Basri menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang tidak bermoral. Mengapa demikian karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal khusus yang mengatur pendidikan agama. Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal 28 Ayat 2 yang menyatakan, “Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan”. Padahal dalam UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan, 1) Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut; 2) Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama
Di sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk lembaga pendidikan Islam dimana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989 madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya karena dalam UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus pelajaran agama Islam sebanyak tujuh mata pelajaran. Secara operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional ini dikuatkan dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan Nasional No. 0487/U/ 1992 dan No. 054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI/MTs wajib memberikan bahan kajian sekurang kurangnya sama dengan “SD/SMP”. Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No. 368 dan 369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs. Sementara tentang Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK MenDepartemen Pendidikan Nasional Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri khas agama Islam) dan SK Menag Nomor 370 tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain ciri khas agama Islamnya).
Sementara saat akan diundangkannya RUU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 terjadi juga kontroversi dimana RUU ini dianggap oleh  Kelompok tertentu sebagai RUU yang  sangat tidak pluralis. Yang dianggap paling kontroversial adalah Pasal 13 ayat 1a yang berbunyi: “Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.
Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa visi dan misi pendidikan nasional sangat terfokus pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia. Konsep itu mengesampingkan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional dipersempit secara substansial. Padahal tugas untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan adalah tugas lembaga keagamaan dan masyarakat, bukan lembaga pendidikan.
Mereka yang menentang umumnya datang dari kalangan lembaga-lembaga pendidikan swasta non-Islam, sedangkan yang mendukung adalah dari kelompok penyelenggara pendidikan Islam. Hal yang ditentang adalah yang menyangkut keharusan sekolah-sekolah swasta menyediakan guru agama yang seagama dengan peserta didik. Pasal ini menimbulkan konsekuensi biaya terhadap lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan baik Kristen maupun Islam. Karena mereka harus merekrut guru-guru agama sesuai dengan keragaman agama anak didiknya.
Pasal ini sangat adil. Sebab, sekolah-sekolah non-Islam dan Islam dikenai kewajiban yang sama. Sekolah-sekolah Islam menyediakan guru agama dari non-Islam, sebaliknya sekolah-sekolah non-Islam menyediakan guru-guru agama Islam. Hanya realitasnya adalah banyaknya anak-anak dari keluarga Islam yang bersekolah di sekolah non-Islam. Sementara itu anak-anak dari keluarga non-Islam sedikit sekali – untuk tidak menyatakan tidak ada – yang bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan yang berwatak Islam.
Konsekuensinya, beban anggaran sekolah-sekolah non-Islam untuk menyediakan guru-guru agama Islam lebih besar daripada anggaran sekolah-sekolah swasta Islam untuk menggaji guru-guru agama lain. Padahal UU itu cukup adil. Masalah itu bisa terjawab manakala pemerintah menyediakan dan menanggung gaji guru-guru agama itu. Atau beban itu diserahkan sepenuhnya ke orang tua anak didik, bukan lembaga pendidikan. Jika ini tidak diatasi, akan menimbulkan bahaya besar. Sekolah-sekolah swasta baik Islam maupun non-Islam karena keterbatasan anggaran lalu membatasi jumlah anak didik yang berbeda agama.
Departemen Agama (Depag) sudah mengantisipasi dengan menyediakan tenaga guru-guru agama bila RUU Sisdiknas ini disahkan. Jadi, sebetulnya tidak masalah dan mengkhawatirkan soal tenaga guru untuk memenuhi tenaga pengajar di sekolah-sekolah non-Islam.
Lain halnya jika dalam memaknai dan memahami pasal 13 RUU Sisdiknas, semula kalangan dari penyelenggara negara sampai lembaga-lembaga pendidikan keagamaan masih terjebak pada kecurigaan-kecurigaan isu agama seperti adanya islamisasi dan seterusnya yang semestinya sudah lama dihilangkan.
Jika kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut tidaklah ada yang berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada akhirnya dibalik semua kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.
Banyak sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, diantaranya :
  1. Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk merealisasikan  nilai-nilai Al Quran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
  2. Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh guru yang seagama dengan dia (Pasal 12 ayat 1a)
  3. Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18)
  4. Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 30).
  5. Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37).
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perubahan UUSPN No 2/89 menjadi UUSISDIKNAS No 20/2001.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dirubahnya UUSPN No 2/89 menjadi    UUSISDIKNAS No 20 Tahun 2003 diantaranya adalah :
  1. UUSPN No. 2 Tahun 1989  masih bersifat sentralistik
  2. UUSPN No. 2 Tahun 1989 masih belum bermutu, kemudian sesuai tuntutan dalam UUSISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dibuatlah Standar Nasional Pendidikan
  3. UUSPN No. 2 Tahun 1989 belum mengarah pada pendidikan untuk semua
  4. Belum Mengarah pada pendidikan seumur hidup
  5. Pendidikan belum link and match dengan dunia usaha dan dunia kerja.
  6. Belum menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
D. Penutup
Selama tidak ada keinginan dan tidak memiliki prinsip bahwa hari ini harus jauh lebih baik dari hari kemarin maka sehebat apapun undang-undang yang dibuat tetapi tidak meiliki keinginan untuk memperaktekannya di lapangan, maka undang-undang tersebut hanya bagaikan guru di atas kertas tetapi menjadi tikus pada tataran realita.